Dalam dunia investasi, terdapat banyak istilah yang disematkan kepada investor. Misalnya, investor institusional dan investor retail yang tentu saja memiliki pengertian yang berbeda.
Kedua jenis investor tersebut perlu dipahami agar investor bisa bermain saham dengan tepat sehingga tidak salah dalam menerapkan strategi berinvestasi. Oleh karena itu, sebelum berinvestasi, pastikan kamu sudah memahami perbedaan kedua istilah tersebut dengan baik.
Mengenal Investor Institusional
Investor institusional adalah jenis investor yang mengacu pada organisasi atau perusahaan yang menjual sekuritas. Dalam dunia investasi, investor institusional dikenal juga sebagai the big guys on the block, yaitu orang atau institusi yang memiliki dana besar semisal dana pensiun, reksa dana, manajer keuangan, perusahaan asuransi, bank investasi, dan lain sebagainya.
Ada faktor penting yang membuat julukan tersebut layak disematkan kepada investor institusional, yaitu karena jumlah mereka mengakuisisi tiga perempat volume perdagangan di New York Stock Exchange. Jumlah tersebut tentu saja akan berpengaruh besar terhadap pergerakan saham global.
Selain faktor dana, investor institusional juga dianggap sebagai investor andal karena memiliki pengetahuan investasi yang luas. Pengetahuan inilah yang membuat kebanyakan dari mereka cenderung menghindari investasi yang tidak meyakinkan dan tidak patuh terhadap peraturan perlindungan Securities and Exchange Commission (SEC).
Menariknya, sumber dana yang dimiliki oleh investor jenis ini tidak berasal dari kantong pribadi mereka, melainkan dari dana investasi pihak lain. Misalnya, kelolaan reksa dana, himpunan dana pensiun, atau asuransi. Dana kelolaan inilah yang dipergunakan untuk berinvestasi sehingga menghasilkan keuntungan lainnya.
Baca juga: Karakteristik Hedge Fund dan Perbedaannya dengan Mutual Fund
Dengan kegiatan yang sistematis, struktur organisasi juga berpengaruh terhadap kinerja investor institusional. Struktur yang besar berpengaruh terhadap tingkat keuntungan berinvestasi yang mereka lakukan karena investor institusional cenderung mampu menegosiasikan biaya yang lebih rendah dalam berinvestasi. Mereka juga biasanya memiliki akses khusus yang tidak dimiliki oleh investor lainnya, seperti pembelian minimum yang besar dalam berinvestasi.
Dengan jumlah dana yang besar, struktur yang lebih mumpuni, dan kemampuan yang dianggap kredibel, maka tidak heran jika kegiatan transaksi investasi yang dilakukan investor institusional dapat berpengaruh signifikan terhadap pergerakan pasar saham.
Jumlah pembelian dan penjualan saham dalam posisi besar yang dilakukan oleh investor institusional berpotensi menciptakan ketidakseimbangan penawaran dan permintaan. Inilah yang melatarbelakangi terjadinya pergerakan harga saham, obligasi, atau instrumen investasi lainnya secara tiba-tiba.
Mengenal Investor Retail atau Noninstitusional
Investor retail adalah investor yang memiliki kemampuan untuk melakukan transaksi jual beli utang dan ekuitas. Beberapa pengamat mendefinisikan investor retail sebagai orang yang berinvestasi melalui bank, broker, agen, dan lain sebagainya.
Investor jenis ini biasanya merupakan non-professional yang melakukan jual beli aset atau sekuritas lewat perusahaan pialang. Namun, berbeda dengan investor institusional yang membawa nama suatu organisasi atau perusahaan, investor retail justru berinvestasi dan mengelola dana atas nama mereka sendiri.
Mayoritas investor retail menggunakan dana yang berasal dari kantong pribadi mereka, seperti halnya tabungan dana pendidikan anak atau dana darurat yang kemudian digunakan dalam pembelian aset.
Baca juga: Ini Perbedaan SBN Syariah dan SBN Konvensional
Namun, tentu saja daya beli investor jenis ini lebih rendah ketimbang investor institusional sehingga biaya transaksinya cenderung lebih besar. Biaya tersebut mencakup biaya pemasaran, komisi, dan biaya perdagangan lainnya.
Karena dana yang relatif lebih kecil dan dinilai tidak terlalu andal dibandingkan dengan investor institusional, maka investor retail dianggap perlu memiliki perlindungan khusus dan dilarang untuk melakukan investasi rumit yang berisiko tinggi. Itulah sebabnya, kebanyakan investor retail adalah mereka yang berinvestasi di instrumen praktis yang minim risiko semisal reksa dana.
Sebagai informasi tambahan, saat ini ada aplikasi BMoney yang hadir untuk memudahkan investor retail dalam berinvestasi. Selain bisa berinvestasi dalam jumlah kecil dengan modal minimum Rp10 ribu, kamu juga bisa melakukan transaksi saham dan reksa dana melalui aplikasi ini. Tertarik untuk menggunakannya? Download aplikasinya sekarang di Play Store atau App Store.
Perbedaan Investor Institusional dan Investor Retail
Setelah memahami pengertian kedua jenis investor tersebut, dapat disimpulkan bahwa perbedaan signifikan antara investor institusional dengan investor retail ada pada hal-hal berikut.
1. Subjek
Perbedaan pertama terletak pada subjek atau pelaku investasi. Investor institusional memiliki subjek berupa organisasi atau perusahaan, sedangkan investor retail memiliki subjek berupa orang atau individu.
2. Sumber dana
Investor institusional adalah pihak yang berinvestasi dengan dana yang bersumber dari pihak lainnya, sedangkan investor retail memiliki sumber dana yang berasal dari kantong pribadi.
3. Volume transaksi
Dalam hal transaksi, investor institusional tentu berpotensi untuk melakukan transaksi dengan volume atau nominal yang lebih besar ketimbang investor retail yang sumber dananya terbatas.
Baca juga: Perbedaan Pasar Uang dan Pasar Modal
4. Tingkat risiko
Karena sumber dananya lebih besar, maka investor institusional berpotensi untuk berinvestasi di instrumen yang berisiko tinggi. Sebaliknya, investor retail dilarang untuk berinvestasi di instrumen dengan tingkat risiko tinggi atau rumit.
5. Potensi keuntungan
Makin tinggi risiko yang diambil dalam berinvestasi, makin besar juga potensi keuntungan yang bisa diperoleh investor. Oleh karena itu, potensi keuntungan yang diperoleh investor institusional akan lebih tinggi ketimbang investor retail.
Panduan Berinvestasi untuk Pemula
Dengan memahami perbedaan antara investor institusional dan investor retail, maka investor bisa mulai melakukan kegiatan berinvestasi secara matang. Namun, lebih dari itu, pengetahuan ini juga bermanfaat untuk meningkatkan kesadaran dalam berinvestasi agar dapat melakukan pengelolaan dana secara tepat.
Investasi merupakan kegiatan yang bermanfaat bagi masa depan. Oleh karena itu, kamu yang ingin mulai berinvestasi sejak dini bisa menggunakan panduan investasi berikut.
1. Tentukan tujuan
Kamu tentu sering mendengar bahwa hal penting yang perlu dilakukan sebelum memulai berinvestasi adalah menentukan tujuannya, apakah akan dilakukan dalam jangka pendek atau panjang. Lalu, apakah hal tersebut merupakan mata pencaharian utama atau sampingan.
2. Pahami profil risiko
Setelah menentukan tujuan berinvestasi, saatnya kamu memahami profil risiko yang kamu miliki. Jika kamu adalah orang yang tidak pandai mengelola uang dan rentan terhadap berbagai risiko, maka pilih jenis investasi yang tingkat risikonya rendah atau menengah.
3. Hitung nilai perkiraan inflasi
Meskipun tidak wajib dilakukan oleh pemula, kamu sebagai investor tentu harus bisa menghitung nilai perkiraan inflasi agar dapat membaca pergerakan saham secara tepat sehingga mampu memaksimalkan potensi keuntungan dalam kegiatan investasi yang kamu lakukan.
Baca juga: Istilah dalam Investasi Saham yang Penting Dipahami
Itulah penjelasan mengenai perbedaan investor institusional dengan investor retail yang dapat kamu pelajari, serta panduan berinvestasi untuk pemula yang bisa kamu gunakan sebagai pedoman.
Penting untuk diingat bahwa investor institusional adalah jenis investor yang berbeda dengan investor retail sehingga kamu juga perlu mengetahui apa saja jenis-jenis investasi yang cocok bagi investor retail.