Koreksi saham menjadi hal yang umum terjadi dalam dunia investasi. Semua investor pasti pernah menghadapi koreksi saham begitu mencoba peruntungan investasi di bursa efek. Pada dasarnya, koreksi biasa muncul ketika harga saham atau seluruh indeks saham mengalami penurunan. Koreksi harga juga bisa juga terjadi pada aset investasi lain selain saham, seperti reksadana atau bahkan properti.
Saat terjadi koreksi bursa saham atau aset investasi lainnya, banyak investor yang kemudian panik dan melakukan langkah yang kurang tepat. Padahal, koreksi saham atau aset investasi lain ini tidak sebegitu mengerikan. Jika dibandingkan dengan bear market atau inflasi, maka koreksi saham masih memberikan peluang keuntungan bagi para investor.
Meski berpotensi menjadi indikator kondisi pasar yang lebih buruk, koreksi juga bisa menjadi momen yang tepat bagi investor untuk membeli saham dengan harga yang lebih murah terbuka. Nah, untuk dapat mengenali indikator koreksi saham yang potensial, cari tahu dulu bagaimana karakteristiknya dan cara menghadapinya secara tepat.
Pengertian Koreksi Saham
Pada dasarnya, koreksi saham merupakan istilah yang mengacu pada kondisi penurunan harga saham atau seluruh indeks bursa saham sebesar 10%-20%. Kondisi ini sangat umum terjadi setelah harga saham menguat atau bahkan mengalami peningkatan yang signifikan.
Biasanya, koreksi saham akan berlangsung sekitar tiga sampai empat bulan. Meski demikian, ada juga waktu koreksi terlama dalam sejarah dunia investasi saham, yaitu lima bulan pada April 2011. Sementara itu, rekor koreksi tercepat dalam dunia investasi saham terjadi selama dua hari pada 1932 dan enam hari pada Februari 2020.
Investor senior yang telah lama berkecimpung di pasar saham tentu sudah memahami bahwa koreksi saham adalah kondisi yang pasti terjadi dalam bursa efek, sekalipun saham yang kamu pilih tergolong stabil. Menurut Forbes, koreksi pada indeks saham AS S&P 500 muncul tiap 19 bulan sekali dalam periode 1928 sampai 2021.
Baca juga: Ini Jam Bursa Saham Terbaru untuk Transaksi Jual Beli Saham
Bagi sebagian orang, terutama trader yang biasa melakukan transaksi saham dalam hitungan hari sampai minggu, hal ini mungkin terdengar mengkhawatirkan. Namun, jika dilihat potensi peluangnya, maka hal ini bisa menjadi peluang investasi yang menguntungkan bagi investor lama yang mempunyai waktu investasi terpendek satu tahun.
Penyebab Koreksi Saham
Ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan terjadinya koreksi saham, mulai dari kondisi ekonomi yang sedang bergejolak sampai isu manajemen perusahaan yang buruk. Bahkan, hal tidak terduga seperti munculnya pandemi COVID-19 pada 2020 lalu juga bisa menjadi penyebabnya.
Faktor penyebab koreksi memiliki pengaruh cukup besar yang dapat mengakibatkan para pelaku bursa saham mempertimbangkan kembali investasi mereka. Di lain pihak, hal ini juga bisa muncul karena dorongan kekhawatiran akan saham yang terus naik sehingga menyebabkan sentimen negatif di kalangan investor.
Para investor institusi yang memiliki kekhawatiran saat koreksi saham terjadi umumnya ingin segera menghindari potensi kerugian dengan cara menjual saham mereka. Pada akhirnya, banyak investor yang kemudian melakukan transaksi saham dalam jumlah besar. Aksi jual saham dalam jumlah besar inilah yang kemudian mendorong investor individu panik sehingga melakukan hal yang sama.
Baca juga: Penjelasan Lengkap Apa Itu Saham Treasuri, Tujuan, dan Prosesnya
Kondisi ini memungkinkan banyak investor untuk mengevaluasi prospek saham yang jatuh beserta kondisi ekonomi yang tengah terjadi. Jika ternyata hasilnya positif, maka hal ini akan menjadi kesempatan bagi investor untuk membeli saham dengan harga rendah. Dari sinilah kemudian nilai saham akan kembali naik dan mengakibatkan koreksi saham.
Sebaliknya, sentimen negatif yang muncul pada momen tersebut bisa semakin serius jika harga saham terus turun. Kemungkinan buruk yang akan terjadi adalah market crash yang ditandai dengan kondisi bursa saham yang menurun drastis, yakni lebih dari 20%. Kemungkinan terburuknya, penurunan ini akan masuk ke dalam fase bear market yang terus berlanjut dalam jangka panjang.
Indikator Koreksi Saham yang Perlu Diwaspadai
Koreksi saham merupakan hal yang tidak mudah diprediksi. Para analis tetap berusaha mencari proyeksinya dengan cara menganalisis bursa saham dan membandingkan masing-masing indeks melalui aplikasi charting. Untuk mengukur potensi kemunculan koreksi, biasanya digunakan indikator nilai support dan resistance.
Baca juga: Apa itu Support & Resistance? Berikut Ini Cara Mengenalinya!
Untuk lebih jelasnya, berikut beberapa indikator yang menandakan adanya potensi koreksi saham yang perlu diwaspadai.
- Kebijakan moneter berbau dovish. Dalam skala global dan nasional, The Fed atau Bank Indonesia bisa menurunkan suku bunga atau peraturan keuangan lainnya yang bersifat melonggarkan.
- Bull market berlangsung terlalu lama, yaitu lebih dari rata-rata bull yang berlangsung selama maksimal 2 tahun 7 bulan.
- Laba perusahaan dalam kondisi stagnan. Perusahaan dengan rasio pendapatan yang tidak berkembang dapat memicu sentimen negatif di kalangan investor.
- Sentimen bursa yang terlalu tinggi, terutama pada saham yang terlalu overvalued.
- Kondisi politik ekonomi yang buruk, baik secara domestik maupun global. Misalnya, ada PHK massal yang mengakibatkan daya beli akan kebutuhan harian menurun. Bahkan, hal ini juga bisa memicu penurunan penjualan properti.
-
Peristiwa black swan. COVID-19 dan serangan 9/11 merupakan contoh peristiwa tak terduga yang berpotensi besar dalam mendorong penurunan bursa saham secara cepat.
Cara Menghadapi Koreksi Saham
Koreksi saham bisa berakhir jika terjadi kenaikan harga kembali atau dilanjutkan bear market. Jika terjadi koreksi, maka investor dapat mempersiapkan beberapa cara berikut untuk menghadapinya.
1. Memastikan faktor penyebab koreksi
Sebelum mengambil keputusan, pastikan kamu sudah memastikan apa faktor utama yang menyebabkan koreksi. Kamu perlu menganalisis secara mendalam, apakah hal tersebut disebabkan oleh kondisi ekonomi, politik, atau sentimen pasar. Dengan begitu, kamu bisa memprediksi apakah koreksi dapat segera pulih atau justru semakin buruk.
2. Memahami profil risiko
Saat mengambil langkah dalam berinvestasi, kamu juga perlu memahami profil risikomu. Dengan mengalokasikan aset yang sesuai profil risiko, maka kamu akan terhindar dari hal-hal yang berpotensi merugikan. Misalnya, dorongan emosional yang membuat kamu menjual set secara tiba-tiba dan mengganti strategi investasimu saat koreksi terjadi.
Baca juga: Cara Membaca Grafik Saham yang Tepat untuk Investor Pemula
3. Manfaatkan peluang
Saat terjadi koreksi, kamu juga bisa memanfaatkan momen ini untuk membeli saham dengan harga rendah. Oleh karena itu, pastikan kamu sudah mempersiapkan dana tambahan untuk momen ini. Namun, hindari pinjaman untuk membeli saham dengan harga rendah.
4. Evaluasi dan rebalancing portofolio
Saat mendekati masa akhir investasi, kamu perlu mengalihkan portofolio yang kamu miliki ke aset-aset yang lebih stabil. Selain itu, kamu juga perlu melakukan rebalancing rutin setiap tahun untuk memastikan bahwa seluruh aset investasimu lebih terkendali dari risiko.
5. Mengambil keputusan yang tepat
Saat menghadapi koreksi saham, keputusan untuk menjual aset tidaklah mutlak diperlukan. Hal ini bergantung pada tujuan investasimu. Jika kamu punya waktu yang lama untuk berinvestasi, misalnya puluhan tahun, maka kemungkinan besar investasimu akan pulih dari bear market sekalipun. Sebaliknya, jika target investasi semakin dekat, maka kamu perlu menurunkan tingkat risiko untuk meminimalisasi potensi kerugian.
Yuk, lakukan transaksi saham secara tepat melalui aplikasi BMoney! Aplikasi yang satu ini memiliki berbagai fitur yang dapat memudahkan proses investasi siapa saja, dari mana saja, dan kapan saja. Unduh aplikasinya secara gratis di App Store atau Play Store.