Bank Sentral Amerika, The Federal Reserve alias The Fed tahan suku bunga acuan di level 5,25-5,50 persen dan mengisyaratkan untuk memangkas suku bunga sebanyak tiga kali pada tahun depan. Ini adalah keputusan The Fed yang ketiga kalinya dalam menahan suku bunga yang juga sejalan dengan ekspektasi pasar.
Sebelumnya, The Fed menarik suku bunga sebesar 525 bps pada periode Maret 2022 hingga Juli 2023 sebelum menahannya pada September, November, dan Desember 2023.
Menurut Chairman The Fed, Jerome Powell, inflasi sudah bergerak sesuai keinginan The Fed. Namun, dia mengingatkan bahwa inflasi masih tinggi dan upaya penurunan inflasi sesuai dengan target mereka, yaitu 2 persen, masih bisa berubah dan belum menemui kepastian.
Inflasi AS sudah turun jauh dari yang sebelumnya 9,1% year on year/yoy pada Juni 2022 menjadi 3,1% yoy pada November 2023. Meski pergerakan inflasi semakin mengarah ke target sasaran The Fed, tingkat pengangguran di AS masih sulit turun.
Angka pengangguran di negara tersebut masih bergerak di angka 3,7 persen pada November 2023. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi AS masih berada di angka 4,9% sampai September 2023. Melihat pergerakan inflasi AS ini, para pelaku pasar mulai berspekulasi jika The Fed akan memangkas suku bunga pada Maret tahun depan.
Dalam konferensi pers, dijelaskan bahwa pembicaraan terkait pemangkasan suku bunga memang sudah menjadi bagian dalam rapat Federal Open Market Committee (FOMC) bulan ini.
Baca juga: Mengenal The Fed atau Federal Reserve, Bank Sentral AS dan Fungsinya
Proyeksi BI Tahan Suku Bunga
Jika The Fed tahan suku bunga, apakah Bank Indonesia (BI) juga akan melakukan hal yang sama? Menurut beberapa literatur berita, BI diperkirakan akan tetap menahan suku bunga acuan pada level 6 persen. Keputusan tersebut mengacu pada kebijakan The Fed yang mempertahankan suku bunga pada tingkat 5,25-5,5 persen.
Menurut Chief Economist Bank Syariah Indonesia, Banjaran Surya Indrastomo, arah kebijakan suku bunga BI akan mengikuti The Fed. Hal ini dilakukan terutama untuk menjaga differential rate.
Dengan berubahnya tonase The Fed dan rencana adjust down, BI diproyeksikan bergerak menyesuaikannya dengan cara memastikan competitivenes yield surat berharga. Di sisi lain, Banjaran juga berpendapat bahwa BI tetap memiliki ruang untuk menaikkan suku bunga acuan, terutama jika menimbang nilai tukar rupiah yang masih mengalami tekanan akibat masih tingginya ketidakpastian global.
Sejalan dengan itu, Ekonom Bank Danamon Irman Faiz juga menilai kalau BI masih berpotensi menahan suku bunga acuan di level 6 persen. Menurutnya, BI akan mempertimbangkan pergerakan nilai tukar rupiah yang masih sangat dipengaruhi oleh tingginya volatilitas pasar keuangan global.
Baca juga: The Fed Melunak, Minat Risiko Memuncak
Mengingat pergerakan nilai tukar rupiah yang masih sangat rentan, kebijakan suku bunga BI mengarah pada keputusan The Fed meskipun masih dalam kondisi ketidakpastian terkait arah kebijakan suku bunga bank sentral tersebut.
Hal ini dilakukan karena dibutuhkan kebijakan yang tetap ketat untuk dapat menurunkan laju inflasi, meskipun The Fed sudah memberikan sinyal pemangkasan pada 2024. Itulah sebabnya, BI akan menunggu The Fed untuk bergerak lebih dulu.
Rupiah Turun, Meski BI Tahan Suku Bunga
Setelah BI menahan suku bunga acuan di level 6 persen, rupiah dalam kondisi melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Mengutip Refinitiv, rupiah ditutup melemah di angka Rp15.520/US$ atau terdepresiasi 0,1 persen. Pelemahan ini sejalan dengan depresiasi yang terjadi sebelumnya (20/12/2023), yakni sebesar 0,03 persen.
Menurut Gubernur BI Perry Warjiyo, keputusan BI untuk kembali menahan suku bunga di angka 6 persen tetap konsisten pada kebijakan moneter yang pro-stability. Prostabilitas yang dimaksud ini mengacu pada penguatan stabilitas nilai tukar rupiah dengan mempertimbangkan kondisi ke depan, termasuk dalam menjaga inflasi.
Baca juga: Menanti Rapat Terakhir The Fed Tahun Ini
Dalam beberapa literatur, disebutkan bahwa 12 lembaga atau institusi keuangan memprediksi bahwa BI akan menahan suku bunga di angka 6 persen. Chief Economist Bank Mandiri, Andry Asmoro, mengatakan bahwa kebijakan BI dipengaruhi oleh keputusan The Fed dan inflasi.
Kondisi The Fed tahan suku bunga di angka 5,25-5,5 persen dan tren pelemahan indeks dolar AS yang terus terjadi mendorong keyakinan stabilitas rupiah lebih terjaga.
Selain itu, untuk menjaga stabilitas nilai rupiah, BI juga melakukan intervensi di pasar valuta asing, seperti spot, DNDF, dan surat berharga negara (SBN), serta optimalisasi instrumen SRBI, SVBI, dan SUVBI.
Meski demikian, ketidakpastian global dan volatilitas AS menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia untuk memproyeksi data pertumbuhan ekonomi secara tahunan pada kuartal III-2023.
Konsensus menilai bahwa laju pertumbuhan PDB akan naik menjadi 5,2% (year on year/yoy) dibandingkan dengan periode sebelumnya yang berada di angka 2,1% yoy pada kuartal II-2023. Jika hal tersebut terjadi, maka pertumbuhan terkuat terjadi sejak kuartal IV-2021.
Baca juga: Mengenal SVBI, Jurus Baru Bank Indonesia Menjaga Nilai Tukar Rupiah
Lalu, bagaimana dengan pergerakan pasar modal Indonesia? Keputusan The Fed tahan suku bunga mendorong sentimen positif di pasar modal. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat, imbal hasil obligasi pemerintah acuan tenor 10 tahun melandai, dan pasar SBN membukukan outflow investor asing yang juga menguat.
Menurut Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, Gubernur Fed Jerome Powell yang cenderung dovish berpotensi mendorong aliran modal asing ke pasar modal negara berkembang, salah satunya adalah Indonesia, sehingga para investor akan melihat potensi kenaikan nilai aset berisiko ke depannya.
Hasil rapat FOMC The Fed yang diikuti dengan pengumuman lelang surat berharga AS yang tidak sebesar ekspektasi sebelumnya mengakibatkan adanya penurunan US Treasury Yield sehingga menarik para investor untuk berinvestasi dalam aset-aset negara berkembang.
Demikianlah informasi mengenai keputusan The Fed tahan suku bunga dan dampaknya terhadap pergerakan ekonomi dan pasar modal di Indonesia. Untuk mengetahui informasi lain seputar bisnis dan investasi, jangan lupa pakai aplikasi BMoney.
Selain mendapatkan berbagai informasi terbaru, kamu juga bisa berinvestasi atau atau melakukan trading saham, reksa dana, dan instrumen investasi lainnya. Soal keamanan, kamu tidak perlu khawatir karena BMoney sudah tercatat resmi dan berada di bawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Nah, untuk mempermudah investor dalam membeli beragam jenis saham, aplikasi BMoney juga menyediakan fitur khusus untuk segmen pengguna premium bernama BMoney Privilege. Fitur ini bisa kamu gunakan untuk menikmati program investors priority dan melakukan transaksi jual beli saham berbagai emiten di Indonesia.
Yuk, download aplikasi BMoney melalui App Store atau Play Store!